EKSPOSTIMES.COM — Ruang rapat di jantung Kota Palembang, Kamis (9/10/2025), mendadak menjadi ruang pembelajaran kebangsaan ketika Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, berbicara bukan sekadar soal kebijakan, tetapi tentang filosofi. Di hadapan para bupati dan wali kota se-Sumatra Selatan, ia mengurai akar konsep yang menjadi fondasi pengelolaan tanah di Indonesia bukan dengan nada teknokratis, melainkan penuh kesadaran historis dan moral.
“Saya ingin menyampaikan dulu tentang paradigma pertanahan. Filosofinya dulu, Pak/Bu, supaya kita nyambung. Jadi tugas kita sebagai pemerintah itu memastikan empat hal tentang filosofi pertanahan,” ujar Nusron membuka arah diskusi.
Ia kemudian memaparkan empat pilar utama dalam filosofi pertanahan, yakni land tenure, land value, land use, dan land development. Keempatnya, menurutnya, ibarat empat kaki meja: jika satu goyah, keseimbangan kebijakan pertanahan akan ikut terguncang.
Pilar pertama, land tenure, berbicara soal keabsahan dan legalisasi hak atas tanah. Menteri Nusron menekankan bahwa penerbitan sertipikat bukan hanya tanggung jawab ATR/BPN, melainkan hasil kerja kolektif antara pemerintah pusat, daerah, hingga aparat desa.
“BPN tidak mungkin menerbitkan sertipikat tanpa surat hukum dari kepala desa dan kecamatan. Kalau ada masalah di situ, berarti hulunya juga bermasalah. Jadi ini kerja bersama,” tegasnya.
Pilar kedua, land value, menyoal nilai tanah. Menurut Nusron, pengaturan nilai jual objek pajak (NJOP) dan zona nilai tanah (ZNT) harus dilakukan dengan proporsional agar tak menimbulkan gejolak sosial.
“Nilai tanah tidak bisa ditetapkan sepihak. Harus adil dan transparan,” jelasnya.
Baca Juga: Sertipikasi Tanah Jadi Modal Dasar Transmigran, ATR/BPN Siapkan Reforma Agraria
Pilar ketiga, land use, menitikberatkan pada pemanfaatan tanah sesuai tata ruang dan peruntukannya. Tanah, kata Nusron, bukan sekadar lahan, tapi ruang hidup yang harus dikelola dengan visi pembangunan berkelanjutan. Sedangkan pilar keempat, land development, menjadi panduan arah pengembangan tanah di masa depan, baik untuk infrastruktur, pariwisata, maupun sektor strategis lain yang mendukung kesejahteraan rakyat.
“Empat pilar ini satu kesatuan, dari hulu sampai hilir. Supaya kita semua filosofinya nyambung, dan tidak berjalan sendiri-sendiri,” tuturnya menutup dengan nada penuh keyakinan.
Melalui pemahaman bersama atas empat pilar tersebut, Menteri Nusron berharap paradigma baru pengelolaan tanah bisa tumbuh di daerah: kolaboratif, sinergis, dan berkeadilan.
“Tanah bukan sekadar aset fisik, tapi ruang keadilan sosial. Tugas kita menjaga keseimbangannya,” tandasnya.
Rakor ini turut dihadiri Kepala Biro Humas dan Protokol Harison Mocodompis, Kepala Kanwil BPN Sumatera Selatan Asnawati, serta Gubernur Sumsel bersama para bupati dan wali kota. Di bawah semangat yang sama, mereka menyepakati keadilan pertanahan harus berangkat dari pemahaman yang utuh, bukan hanya kebijakan administratif. (Rizky)













