EKSPOSTIMES.COM- Di balik deru pembangunan dan modernisasi negeri, ada luka sunyi yang tak banyak dibicarakan: HIV/AIDS. Luka yang tak berdarah, tapi terus menggerogoti tubuh dan harapan. Hingga Maret 2025, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat 356.638 orang dengan HIV (ODHIV) telah terdata. Namun angka ini baru menyentuh 63 persen dari target nasional: menemukan 564 ribu ODHIV tahun ini agar bisa segera diobati dan dicegah penyebarannya.
“Masih banyak yang belum terdeteksi. Tantangan kita bukan hanya pada pengobatan, tapi juga pada kesadaran dan stigma,” ujar Direktur Penyakit Menular Kemenkes, Ina Agustina Isturini, Jumat (20/6/2025).
Dari total ODHIV yang terdata, sekitar 67 persen atau 239.819 orang sudah mendapatkan terapi antiretroviral (ARV) pengobatan utama untuk menekan virus. Namun hanya 55 persen dari mereka (132.575 orang) yang berhasil mencapai supresi virus, kondisi di mana virus tetap ada dalam tubuh tapi tak lagi menular.
Meski terdengar menggembirakan, target dunia jauh lebih ambisius: skema 95-95-95 pada tahun 2030. Artinya, 95 persen ODHIV mengetahui statusnya, 95 persen dari mereka menjalani terapi ARV, dan 95 persen dari yang menjalani terapi berhasil mencapai supresi. Indonesia, sejauh ini, masih berjuang keras mengejar angka itu.
Stigma adalah musuh yang tak kalah mematikan dari virus itu sendiri. Banyak ODHIV enggan memeriksakan diri karena takut dihakimi, dijauhi, bahkan diperlakukan tidak adil. Padahal, seperti ditegaskan Ina, HIV dan IMS bukan masalah moral, tapi masalah kesehatan.
Penderita bisa berasal dari siapa saja. Data Kemenkes menunjukkan, 37 persen dari kasus HIV datang dari kelompok berisiko tinggi: laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki (LSL), pekerja seks perempuan, pengguna narkoba suntik, dan kelompok transgender. Tapi tak sedikit pula yang berasal dari populasi umum (36,7%): penderita TBC, ibu hamil, hingga narapidana.
Yang lebih memilukan, anak-anak pun masuk dalam statistik, terutama mereka yang lahir dari ibu pengidap HIV.
Untuk melawan penyebaran HIV dan IMS, Kemenkes menggelar program terpadu mulai dari pencegahan, pemantauan, pengobatan hingga edukasi masyarakat. Salah satu pendekatan utamanya adalah strategi ABCDE:
A (Abstinence): Menahan diri
B (Be Faithful): Setia pada pasangan
C (Condom): Menggunakan kondom
D (No Drugs): Menjauhi narkoba suntik
E (Education): Edukasi menyeluruh
Ina juga menekankan pentingnya tes kesehatan secara rutin dan rahasia, serta menyebut bahwa tenaga kesehatan telah dibekali pelatihan khusus untuk menangani ODHIV dengan penuh empati dan profesionalisme.
Meski jalan menuju “Three Zeroes” nol infeksi baru, nol kematian karena AIDS, dan nol diskriminasi masih panjang, pemerintah yakin dengan langkah bersama, stigma bisa dihancurkan dan setiap nyawa bisa diselamatkan.
Karena di balik statistik, ada manusia. Ada harapan. Dan ada hak untuk hidup tanpa takut, tanpa malu, tanpa duka yang tersembunyi. (*/tim)