EKSPOSTIMES.COM – Pemandangan berbeda tampak di halaman Gedung Keuangan Negara (GKN) Banda Aceh, pagi itu. Derap langkah kaki puluhan petugas keamanan menggema bersamaan, teratur seperti pasukan tempur. Di bawah terik mentari, keringat bercucuran dari wajah-wajah tegas. Namun sorot mata mereka justru berbinar: penuh semangat, disiplin, dan kebanggaan.
Inilah wajah baru Satuan Keamanan GKN. Tidak sekadar satpam penjaga gedung, mereka kini digembleng layaknya prajurit terlatih, tangguh, berani, namun tetap menjunjung akhlak. Sosok di balik transformasi ini adalah Kang Ali Akbar, S.Pd., M.Pd., pelatih utama Tarung Derajat Kota Banda Aceh sekaligus seorang da’i yang dikenal luas karena petuahnya yang menyejukkan.
Tarung Derajat—bela diri asli Indonesia yang telah lama menjadi andalan TNI dan Polri—dipilih menjadi fondasi pembentukan fisik dan mental personel keamanan GKN. Tetapi yang dilakukan Kang Ali Akbar jauh melampaui sekadar melatih pukulan atau tendangan. Ia menanamkan falsafah hidup.
“Tarung Derajat melahirkan petarung yang kuat sekaligus berakhlak. Fisik boleh keras, tapi hati harus tetap rendah,” tegas Kang Ali Akbar, suaranya menggelegar di tengah barisan.
Falsafah itu terangkum dalam prinsip yang ia tanamkan: “Jaga militansi, pelihara akhlak.” Artinya, setiap petarung harus berani, disiplin, dan tangguh menghadapi tekanan tanpa menyerah. Namun kekuatan itu bukan untuk gagah-gagahan, melainkan untuk menjaga dengan kerendahan hati, menjunjung tinggi moral, dan melindungi orang lain secara bertanggung jawab.
Semboyan klasik Tarung Derajat pun ia gaungkan: “Aku ramah bukan berarti takut, aku tunduk bukan berarti takluk.” Kalimat sederhana yang menggetarkan ini membuat setiap peserta latihan menunduk hormat, seolah memahami makna keberanian sejati.
Bagi para petugas keamanan GKN, setiap tetes keringat dalam latihan kini bermakna ganda: bukan sekadar menguatkan fisik, melainkan juga jalan menempa jiwa. Mereka belajar menghadapi ancaman dengan kesigapan, tetapi tetap menghormati hak dan martabat orang yang mereka amankan.
Sosok Kang Ali Akbar, dengan kombinasi ketegasan dan kebijaksanaannya, menjadi figur inspiratif. Di hadapannya, mereka bukan hanya berlatih bela diri, tetapi juga menginternalisasi nilai pengabdian: kuat di lapangan, santun dalam sikap, dan berjiwa pelindung.
Transformasi ini diharapkan melahirkan satuan pengamanan yang benar-benar siap menghadapi tantangan zaman profesional, berkarakter, dan menjadi teladan bagi lembaga lain. Di tengah isu keamanan yang kerap hanya menonjolkan kekerasan, latihan ini memberi pesan sebaliknya: kekuatan sejati justru lahir dari keseimbangan antara otot dan akhlak. (Maulana)