EKSPOSTIMES.COM- Bau amis proyek terselubung menyeruak di balik masifnya dorongan pendirian Koperasi Merah Putih di berbagai desa di Sulawesi Utara. Tak tanggung-tanggung, pendamping desa yang seharusnya netral kini dituding berubah haluan menjadi ‘komando proyek’, menabrak aturan dan melukai semangat kemandirian desa.
Adalah Epen Warouw, aktivis anti korupsi kawakan Sulut, yang menyuarakan keresahan ini dengan nada tinggi. Ia menyebut pendamping desa bukan lagi sekadar fasilitator, tapi sudah menjelma menjadi kepanjangan tangan program elite yang terkesan dipaksakan masuk ke desa-desa.
Baca Juga: 71 Ribu Koperasi Merah Putih Lahir di Desa, Sinyal Kebangkitan Ekonomi dari Akar Rumput!
“Mereka digaji negara untuk mendampingi rakyat, bukan menyusun skenario proyek atas nama pemberdayaan,” seru Epen dalam pernyataan kerasnya, belum lama ini.
Dalam sejumlah musyawarah desa, Epen mengklaim pendamping aktif menyusun naskah, mengatur skema pembentukan koperasi, bahkan mengatur narasi diskusi seolah itu aspirasi murni warga.
Padahal, Permendesa PDTT Nomor 19 Tahun 2020 secara tegas melarang pendamping mengambil keputusan. Tapi praktik di lapangan justru menunjukkan sebaliknya.
“Pasal 8 jelas: pendamping dilarang jadi pengambil keputusan. Tapi faktanya, mereka justru menjadi operator utama. Ini pelanggaran terang-benderang!” tegas Epen.
Epen menilai situasi ini sebagai bentuk “penjajahan gaya baru”. Bukan oleh korporasi asing, tapi oleh instrumen negara sendiri yang mengebiri hak desa untuk mandiri.
“Ini bukan pendampingan, ini penaklukan! Desa didikte oleh pihak luar yang menjadikan pendamping desa sebagai kaki tangan proyek nasional,” kecamnya.
Ia juga mengingatkan potensi besar terjadinya korupsi berjamaah. Skema koperasi yang dikendalikan secara sentral membuka peluang dana desa dikuras dengan modus legal.
“Bayangkan, dana dari banyak desa disedot ke satu koperasi pusat, dikendalikan segelintir orang. Ini skema empuk untuk bancakan berjemaah,” sindir Epen.
Epen mendesak keras agar Kementerian Desa PDTT dan pemerintah daerah segera turun tangan. Evaluasi total terhadap keterlibatan pendamping desa dalam proyek Koperasi Merah Putih harus dilakukan. Ia juga meminta investigasi atas dugaan motif politik dan ekonomi di balik proyek ini.
“Koperasi rakyat tidak boleh jadi kendaraan elite. Jika negara diam, maka negara ikut bersubahat merampas hak desa!” pungkasnya. (riz)