Hukum & Kriminal

Ribuan Petani Loeha Raya Deklarasi Tolak Tambang PT Vale: Tanah Kami Bukan untuk Digusur!

×

Ribuan Petani Loeha Raya Deklarasi Tolak Tambang PT Vale: Tanah Kami Bukan untuk Digusur!

Sebarkan artikel ini
Ribuan petani Loeha Raya di Luwu Timur menggelar deklarasi akbar menolak rencana tambang nikel PT Vale Indonesia Tbk demi mempertahankan tanah dan kebun lada mereka.

EKSPOSTIMES.COM – Suara lantang perlawanan menggema dari jantung Loeha Raya, Kecamatan Towuti, Kabupaten Luwu Timur. Ribuan petani lada dari lima desa berbondong-bondong menghadiri deklarasi akbar pada Minggu (28/9/2025), menolak keras rencana tambang nikel oleh raksasa tambang PT Vale Indonesia Tbk.

Aksi ini bukan sekadar unjuk rasa biasa. Lebih dari seribu masyarakat tumpah ruah di Desa Rante Angin, menyatukan tekad dalam satu suara: mempertahankan tanah warisan leluhur dari ancaman tambang. Mereka berseru lantang, tanah dan kebun bukan untuk ditukar dengan janji perusahaan maupun politik.

“Tanah kami buat anak cucu kami, bukan untuk ditambang. Kami sudah ada sebelum PT Vale. Jangan intimidasi kami!” tegas Muh. Sulkarnaim Pagala, Ketua Aliansi Masyarakat Loeha Raya, dalam orasinya.

Ucapan itu disambut gemuruh sorak warga yang memadati lokasi deklarasi.

Nada perlawanan semakin mengeras. Ketua Umum Asosiasi Petani Lada (APL) Loeha Raya, Ali Kamri Nawir, menuding Bupati Luwu Timur Ir. Irwan Bahri ingkar janji. Menurutnya, kontrak politik berisi 21 poin yang ditandatangani pada 10 September 2024, termasuk komitmen mendampingi petani Loeha Raya, hingga kini tak satu pun ditepati.

“Kami dibohongi! Janji tinggal janji, sementara lahan kami terancam digusur,” kecamnya.

Ali Kamri juga mengingatkan luka lama masyarakat. Ia mengisahkan bagaimana pada tahun 1976–1978, PT INCO (kini PT Vale) membangun bendungan untuk kebutuhan listrik tambangnya di Sorowako. Akibatnya, sekitar 750 hektare sawah produktif milik masyarakat Loeha Raya tenggelam tanpa ganti rugi layak. Hingga kini, banyak warga masih menanggung getir karena kehilangan tanah dan mata pencaharian.

Tidak ingin mengulang sejarah pahit, warga Loeha Raya bertekad mempertahankan kebun lada yang telah mereka garap sejak 1985. Dari ladang lada inilah kehidupan mereka bertumpu: membiayai sekolah anak, kebutuhan dapur, hingga menghidupi ribuan keluarga.

“Jika Vale menggusur, berarti mereka merampas masa depan kami,” kata Ali Kamri dengan suara bergetar.

Ancaman tambang disebut bakal mengorbankan sekitar 9.000 hektare kebun lada, dengan lebih dari 10 juta pohon yang selama ini menghasilkan lada terbaik Sulawesi. Potensi ekonomi yang bisa mencapai Rp260 triliun per tahun pun terancam lenyap.

Bagi masyarakat Loeha Raya, ini bukan sekadar soal ekonomi, tapi soal harga diri dan keberlangsungan hidup.

“Kami siap melawan jika hak kami dirampas,” seru Sulkarnaim, disambut teriakan “Tolak tambang! Tolak Vale!” dari ribuan warga.

Kini, sorotan publik mengarah pada pemerintah daerah maupun pusat. Apakah suara rakyat kecil akan benar-benar didengar, atau justru ditelan derasnya arus investasi tambang? Satu hal pasti, masyarakat Loeha Raya sudah menegaskan: tanah dan kebun lada mereka bukan untuk digusur. (Muh Sulkarnaim Pagala)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *