HeadlineNasional

Generasi Z dan Milenial di Indonesia Terancam Miskin Akibat Fenomena Doom Spending

×

Generasi Z dan Milenial di Indonesia Terancam Miskin Akibat Fenomena Doom Spending

Sebarkan artikel ini

EKSPOSTIMES.COM- Krisis keuangan kian menghimpit generasi Z dan milenial di Indonesia. Dengan 9,89 juta dari mereka masih berjuang mencari pekerjaan, ancaman baru berupa doom spending atau pengeluaran berlebihan tanpa perhitungan turut memperburuk kondisi mereka. Fenomena ini memicu kekhawatiran bahwa generasi muda bisa menjadi lebih miskin dibandingkan pendahulunya.

Doom spending terjadi ketika seseorang membelanjakan uang secara impulsif sebagai pelarian dari stres, kecemasan, atau ketidakpastian ekonomi dan politik. Menurut laporan Psychology Today, belanja tak terkendali ini semakin mudah terjadi berkat teknologi, terutama ponsel pintar dan fitur pembayaran seperti Buy Now, Pay Later (BNPL), yang memungkinkan konsumen melakukan transaksi tanpa memikirkan dampak jangka panjang.

Survei Keamanan Finansial Internasional oleh CNBC dan Survey Monkey memperkuat prediksi tersebut. Hanya 36,5 persen orang dewasa yang merasa kondisi keuangan mereka lebih baik daripada orang tua mereka, sementara 42,8 persen lainnya merasa lebih buruk.

Di Indonesia, meski belum ada penelitian yang secara spesifik mengkaji fenomena doom spending, Yusuf Rendy Manilet, ekonom dari Center of Reform on Economics (CORE) mengatakan bahwa tanda-tandanya mulai terlihat. Dengan mayoritas penduduk berusia produktif, rendahnya literasi keuangan turut mendorong perilaku konsumtif di kalangan generasi Z dan milenial.

Menurut Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2024, literasi keuangan Indonesia berada di angka 65,43 persen, jauh tertinggal dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand. Yusuf menegaskan bahwa rendahnya pemahaman keuangan ini berpotensi memperburuk fenomena doom spending, terutama di tengah akses mudah ke pinjaman online dan budaya konsumtif yang semakin mengakar.

Pengamat ekonomi dari Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menambahkan, doom spending dipicu oleh tiga faktor utama: media sosial, e-commerce, dan teknologi keuangan. Ketiganya, dipadukan dengan impulsivitas dan rendahnya literasi keuangan, memicu perilaku konsumtif di kalangan anak muda. Bahkan, fenomena ini juga menjangkiti generasi yang lebih tua.

Data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan bahwa outstanding pinjaman online per Juli 2024 mencapai Rp63,54 triliun, dengan mayoritas berasal dari generasi Z dan milenial. Pinjaman yang belum terbayar ini memperkuat dampak negatif dari doom spending terhadap perekonomian Indonesia.

Wijayanto juga menyoroti bahaya doom spending bagi ekonomi nasional. Alokasi dana yang tidak produktif, terutama untuk barang impor, berisiko memperlebar defisit perdagangan. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya regulasi yang lebih ketat terhadap pinjaman online serta peningkatan literasi keuangan, baik untuk generasi muda maupun generasi lainnya.

Pemerintah perlu berperan aktif dalam mengatasi masalah ini, baik dengan mempromosikan budaya hidup hemat maupun memperketat regulasi keuangan. Literasi keuangan yang lebih baik dianggap sebagai kunci untuk mengurangi risiko doom spending dan menyelamatkan generasi muda dari jebakan kemiskinan. (cnn/tim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *